Catatan Perjalanan :
Sehari Di
Selatannya Denver
2.
Turun Ke Dasar Ngarai
Sekitar jam 1:00
siang saya masuk pintu gerbang Royal Gorge Bridge setelah
membayar karcis seharga US$10. Tempat ini tampak sepi pengunjung.
Maklum kalau saat itu memang bukan musim liburan, pas musim
dingin lagi. Tapi ya malah menguntungkan karena pada musim
liburan harga karcisnya akan lebih mahal. Selain itu saya juga
tidak perlu membuang waktu untuk antri beli tiket masuk, naik
kereta gantung (aerial tram) menyeberang ngarai, naik kereta
miring (incline railway) turun ke dasar ngarai atau nonton film
sejarah kawasan Royal Gorge di Plaza Theater, dsb. Harga
karcisnya sudah termasuk ongkos untuk menikmati
fasilitas-fasilitas tambahan itu.
Setelah masuk
pintu gerbang, saya menuju ke terminal kereta gantung (aerial
tram). Tidak terlalu lama menunggu, kereta langsung berangkat.
Hanya ada beberapa orang saja yang siang itu bersama saya menaiki
kereta gantung yang berkapasitas 35 orang. Bagi sebagian orang
naik kereta gantung menyeberang ngarai yang terlihat sangat
dalam, bisa jadi singunen (merasa takut berada di
ketinggian). Untungnya saya sudah terbiasa naik tram
setiap kali berangkat dan pulang kerja di tambang Freeport di
Irianjaya (Papua).
Gerbong kereta
gantung ini terkait pada tali baja (wire rope) yang membentang
horizontal sepanjang 670 m menghubungkan sisi timur dan barat
ngarai. Bentangan tali bajanya berada pada ketinggian kurang
lebih 360 m di atas sungai Arkansas. Fasilitas kereta gantung
Royal Gorge ini baru dibangun pada bulan Nopember 1968 dan
selesai bulan Juni 1969.
Melihat ke arah
utara dari dalam kereta gantung yang bergerak dengan kecepatan
rata-rata 18 km/jam ini terlihat jembatan gantung Royal Gorge
pada jarak sekitar 200-300 m. Demi melihat profil alam dan
jembatan yang tidak biasa ini, serta-merta para turis pun segera jeprat-jepret
memainkan kameranya. Kalau pandangan dialihkan ke bawah, tampak
dasar ngarai dimana mengalir sungai Arkansas yang berkelok-kelok
dan di sisi timurnya terdapat satu lintasan rel kereta api.
Turun dari kereta
gantung di sisi barat ngarai, saya berada di kawasan nature
trail yaitu kawasan alam terbuka yang diurus dan dikelola
dengan baik dan di sana terdapat jalan setapak yang enak untuk
dimanfaatkan sebagai sarana berolahraga lintas alam. Di kawasan
ini sesekali masih dapat dijumpai hewan jenis-jenis rusa. Saya
lalu menyusuri jalan setapak yang sebagian beraspal dan sebagian
lagi jalan tanah berbatu, menyusuri pinggir barat ngarai menuju
arah utara, hingga kemudian tiba di kawasan Plaza Theater.
Di sekitar Plaza
Center terdapat beberapa bangunan tempat peristirahatan, gardu
pemandangan, arena piknik dan restoran. Saya sempatkan untuk
masuk ke Plaza Theater menyaksikan pemutaran film tentang sejarah
pengembangan kawasan Royal Gorge. Meskipun hari itu sedang sepi
pengunjung dan hanya tiga orang yang masuk ke Plaza Theater,
namun agenda pemutaran film tetap berlangsung seperti yang telah
dijadwalkan.
Tidak jauh
berjalan dari Plaza Theater, saya tiba di ujung barat jembatan
gantung Royal Gorge. Dari sini saya akan menyeberang jembatan
dengan berjalan kaki kembali menuju ke ujung timur. Bagi yang
malas menjalankan kakinya sepanjang hampir 400 m, ada tersedia
kendaraan wisata yang berjalan dari ujung ke ujung. Jembatan itu
memang dapat dilalui kendaraan kecil, tapi hanya satu lajur
sehingga mesti jalan bergantian kalau berpapasan.
Dengan berjalan
kaki rasanya lebih puas menikmati pemandangan, meskipun untuk itu
saya harus melawan dinginnya angin musim dingin yang berhembus
melintas ngarai. Saya tolah-toleh, waktu itu hanya ada saya dan
beberapa orang lain di kejauhan yang berjalan kaki menyeberang
jembatan.
Berjalan kaki
menyeberang jembatan berlantai kayu yang terkadang agak bergoyang
kalau bersamaan ada kendaraan yang juga menyeberang, memang bisa
membuat tidak nyaman bagi orang yang takut dengan ketinggian.
Pemandangan ke dasar ngarai ke arah kiri dan kanan yang terlihat
sangat dalam bagaikan selokan raksasa dengan dinding-dinding
ngarainya yang sangat terjal.
Pembangunan
jembatan gantung Royal Gorge ini pekerjaan awal konstruksinya
dimulai tanggal 5 Juni 1929 dan berhasil diselesaikan pada bulan
Nopember tahun yang sama. Sedangkan peresmiannya dilakukan pada
tanggal 6 Desember 1929. Pada akhir tahun 1984 jembatan ini
selesai direnovasi dan dibangun kembali setelah pada tahun 1980
diketahui adanya korosi di beberapa bagian tali baja (wire rope).
Kini setiap tahun rata-rata 500.000 orang wisatawan mengunjungi
Royal Gorge Bridge.
Setiba di ujung
timur jembatan, saya menuju ke stasiun kereta miring (incline
railway), yaitu kereta yang berjalan di atas rel yang dipasang
pada lereng dengan kemiringan 45 derajad. Panjang jalur miringnya
472 m, menghubungkan sisi atas tebing dengan dasar ngarai. Kereta
ini bergerak naik dan turun dengan sistem kerekan (hoisting
system) menggunakan tali baja (wire rope). Persis seperti sistem
kerekan yang digunakan dalam sistem pengangkutan tambang bawah
tanah. Bedanya hanya kereta miring Royal Gorge ini berada di
lereng terbuka, sedangkan kalau di tambang bawah tanah biasanya
berada dalam sumuran miring (incline shaft) yang gelap.
Bagi kebanyakan
orang, kemungkinan akan ada perasaan takut untuk menuruni ngarai
dengan kereta miring ini, karena serasa seperti sedang berada
dalam sebuah kerangkeng (cage) yang diulur dari atas. Kebetulan
dari beberapa orang yang akan naik kereta miring ini saya berada
di antrian paling belakang. Ternyata kesemua penumpang yang antri
di depan saya tidak ada yang memilih tempat di kerangkeng paling
ujung depan.
Ya, barangkali
berpikir kalau keretanya meluncur jatuh maka akan duluan sampai
tanah. Tapi bagi saya malah hal ini yang saya harapkan. Bukan
berharap meluncur duluan, tapi dengan berada di posisi paling
depan saya memperoleh bidang pemandangan yang terbuka untuk
memainkan kamera saya.
Meluncur dengan kecepatan 4 km/jam melalui
celah dinding ngarai, tampak bagian bawah ngarai yang semakin
dekat hingga akhirnya berhenti di stasiun di dasar ngarai.
Sekitar 5,5 menit diperlukan untuk menempuh satu trip perjalanan
turun maupun naik dengan kereta miring yang gerbongnya berupa
tujuh buah kerangkeng kecil yang digabung bertrap sesuai
kemiringan relnya, dengan kapasitas tiap kerangkengnya 3-5 orang.
Kereta miring ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 14 Juni
1931. Pembangunan kembali fasilitas ini diselesaikan tahun 1973.
Ada satu hal yang
mengherankan saya, dan membuat saya was-was, yaitu bahwa mesin
ini dijalankan oleh seorang operator yang sudah lanjut
usia. Saya beranggapan bahwa ini adalah jenis mesin yang sama
dengan yang digunakan dalam industri pertambangan, maka mestinya operator
mesin seperti ini adalah mereka yang masih berusia kerja. Untuk
menjalankan mesin semacam ini tentu diperlukan seorang operator
yang kondisi fisik dan mentalnya benar-benar tidak diragukan.
Saya memang
banyak melihat bahwa di tempat-tempat wisata di Amerika banyak di
antara petugasnya adalah mereka yang sudah usia pensiun atau
malah para remaja. Agaknya menjadi petugas di obyek-obyek wisata
memang menjadi lapangan kerja sampingan bagi kebanyakan para
orang tua yang sudah usia pensiun atau para remaja yang mengisi
waktu liburnya dengan mencari pengalaman baru dan pengasilan
tambahan. Dalam banyak hal memang ini sesuatu yang sangat
positif. Namun saya tidak habis mengerti kalau itu menyangkut
jenis pekerjaan yang beresiko tinggi. Mungkin memang ada
kebijaksanaan dan peraturan yang berbeda.
***
Ketika berada di dasar ngarai lalu
menengadahkan kepala ke atas maka bentang jembatan gantung
terlihat seperti sebuah garis tebal hitam membentang di langit di
antara celah tinggi dinding ngarai. Saya berdiri di antara sungai
Arkansas dan jalur kereta api di dasar ngarai. Sungai Arkansas
yang tidak terlalu lebar dan berarus cukup deras merupakan bagian
ekor dari sungai yang panjangnya lebih dari 2.240 km.
Sungai Arkansas ini bermata air di negara
bagian Colorado dan bermuara di sungai Mississippi, melintasi
negara bagian Kansas, Oklahoma dan Arkansas. Menyusur di tepi
timur sungai terdapat jalan kereta api yang panjang seluruhnya 38
km dan kini difungsikan sebagai sarana wisata kereta api
mengelilingi perbukitan di seputar Royal Gorge.
Jalan kereta api
di dasar ngarai ini lebih dahulu telah dibangun sebelum
dibangunnya jembatan gantung. Kebutuhan akan perlunya sarana
jalan kereta api ini mulai muncul ketika tambang perak
diketemukan di hulu sungai Arkansas pada tahun 1877. Bidang yang
tersisa di sisi sungai hanya cukup untuk dibangun satu lintasan
jalan kereta api, sementara pada saat itu ada dua raksasa
perusahaan kereta api yang berminat membangun jalan kereta api.
Persaingan bisnis
antar dua perusahaan angkutan kereta api, Denver & Rio Grande
dan Santa Fe, akhirnya tak terhindarkan lagi. Ketegangan sempat
terjadi, bahkan perang dalam arti sesungguhnya antara kedua kubu
dan kelompoknya pun tak terhindarkan. Kesepakatan baru tercapai
pada tahun 1879 setelah korban terlanjur berjatuhan, dengan
pemberian hak untuk melanjutkan pembangunan sarana kereta api
bagi Denver & Rio Grande. Maka tahun 1880 kemudian menjadi
tonggak sejarah perkeretaapian di kawasan yang kaya hasil tambang
itu.
***
Akhirnya sekitar jam 03:30 sore saya baru
meninggalkan lokasi Royal Gorge Bridge dan langsung saja melaju
untuk kembali menuju kota Canon City dan Colorado Springs. Saya
berharap akan tiba di kota Colorado Springs saat hari belum
terlalu gelap, sehingga ada kesempatan untuk mengunjungi satu
obyek wisata lagi, yaitu Garden of the Gods.- (Bersambung)
Yusuf Iskandar
Jembatan
gantung Royal Gorge, dilihat dari kereta gantung.
Jembatan
gantung Royal Gorge, dilihat dari ujung barat jembatan.